Rabu, 14 Desember 2011

Bila Rp.1000,- menjadi Rp.1,- apa dampak perpajakannya ? Dompet makin tipis.
Wacana redenominasi mata uang rupiah kita dari Rp.1000,- menjadi Rp.1,- telah bergulir, kita coba membuat analisa apa dampak denominasi ini pada perpajakan kita. Mungkinkah akan mempengaruhi penerimaan pajak ? Dan bagaimana redominasi ini akan mempengaruhi teknis administratif  pajak-pajak nasional kita.
Secara nominal, penerimaan pajak kita akan menjadi satu per mil dari yang ada sekarang. Kalau pada tahun anggaran 2011-2012 ini penerimaan pajak kita sebesar Rp.763,67 trilyun, maka dengan redenominasi akan menjadi Rp.763,67 milyar (Hutang Pemerintah kita Rp.1800 trilyun, menjadi Rp.1,8 trilyun).  Demikian juga penerimaan dari setiap Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai akan menjadi seperti itu. PTKP dan ketentuan dasar pengenaan pajak harus dirubah dengan nominal baru atau mengikuti kurs rupiah yang baru, sedangkan tarif pajak dan tarif bea masuk tetap. Kewajiban pengembalian pajak (restitusi) dan ketetapan tagihan kurang bayar pajak yang tersisa akan dinyatakan dengan nilai baru, sama seperti saldo rekening rupiah nasabah pada perbankan nasional.
Lantas, bagaimanakah penerimaan pajak secara real-nya ? Ini akan tergantung pada dampak ekonomi makro perekonomian kita. Dompet makin tipis.Tipis seperti apa ?

Senin, 05 Desember 2011

SUATU KETIKA : KPP TANPA "K"ANTOR
Terbayang pada suatu ketika, wajib pajak tak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan hanya untuk menyampaikan SPT. Kewajiban pajak-nya telah dibayar WP melalui e-Banking, dan pelaporannya ke KPP dilakukan melalui e-Filing. Tidak perlu lagi antrian panjang di loket TPT. Saya yakin bahwa ini akan menjadi solusi yang sangat realistik dan tidak akan lama lagi, asal mulai dirancang dari sekarang. KPP tanpa gedung kantor, Pelayanan Perpajakan saja adanya. Teknologi Informasi menjadi tulang punggung Direktorat Jenderal Pajak masa depan.
Dengan jumlah wajib pajak yang sedemikian besar, bahkan tak terduga bisa meningkat hingga menjadi 50 sampai dengan 100 juta wajib pajak, hanya Teknologi Informasi yang bisa menyelesaikannya. Akan sangat mahal  meningkatkankan lagi jumlah aparat dan kantor-kantor.
Kita bisa belajar dari situasi perbankan pada awal tahun 70-80 an. Pada saat itu untuk menguangkan dana Rp.200.000,- saja kita harus tulis cheque dan datang ke teller. Tetapi sekarang, ATM dan eBanking sudah menangani ratusan juta pelanggan dengan milyaran transaksi. Kiranya hal seperti inilah yang ingin kita terapkan pada bidang perpajakan. Tentunya hal ini perlu perencanaan, pengembangan, dan capex yang besar.
Sejauh ini Dirjen Pajak sudah menunjuk beberapa badan usaha sebagai pelaksana eFiling. Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP)  yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KEP 20/PJ/2005.
  1. http://www.pajakku.com
  2. http://www.laporpajak.com
  3. http://www.layananpajak.com
  4. http://www.spt.co.id
Tetapi, bagaimanakah perkembangannya, sudah berapa ratus ribu atau berapa juta wajib pajak memanfaatkan kemudahan ini ?