Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.10 tahun
1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang Undang No. 17 Tahun 2006, untuk menentukan cut-off date impor barang, sebagai
berikut :
Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan
sebagai barang impor dan terutang beamasuk.
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) itu memberikan
penegasan pengertian impor secara yuridis, yakni memasuki daerah pabean dan
terutang bea masuk, sebagai berikut.
Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara
yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat
barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat
bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.
Pengertian Pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya
ini masih merupakan dasar-dasar impor yang bersifat normatif, belum secara
jelas menyatakan kapan dan dengan instrumen apa barang dinyatakan sebagai
barang impor dan terutang bea masuk, disamping sebagai dasar hukum untuk
pengawasan atas barang barang yang memasuki wilayah pabean Indonesia.Sehingga
perlu ditelaah lebih jauh ketentuan peraturan kepabeanan yang lain yang
pengertiannya memenuhi kriteria memasuki
daerah pabean dan terutang bea masuk.
Tanggal memasuki
daerah pabean
adalah tanggal yang tertera pada Pemberitahuan Manifest Kedatangan / Keberangkatan
Sarana Pengangkut (BC 1.1). Tetapi definisi BC 1.1, baik sesuai Pasal 7A UU
No.17 Tahun 2006 maupun Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor :
P-21/BC/2009 Tentang Pemberitahuan Pabean Pengangkutan Barang, tidak
menunjukkan adanya pengertian terutang
bea masuk, sebagai berikut.
Pasal
7A UU No.17 Tahun 2006 :
(1) Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang
dari:
a. luar daerah pabean; atau
b.dalam daerah pabean yang mengangkut barangimpor, barang
ekspor, dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat laindalam
daerah pabean melalui luar daerah pabean, wajib memberitahukan rencana
kedatangan sarana pengangkut ke kantor pabean tujuan sebelum kedatangan sarana
pengangkut, kecuali sarana pengangkut darat.
(2) Pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah
pabean wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam manifesnya.
(3) Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari dalamdaerah
pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan
pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran.
Selanjutnya dinyatakan kapan / saat (cut-off
date) importir bertanggung jawab atas bea masuk dan tarif perhitungan bea masuk
yang berlaku, yang dijelaskan Pasal 30 UU No.17 Tahun 2006 sebagai berikut :
Pasal 30
(1) Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak
tanggal pemberitahuan pabean atas impor.
(2) Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung berdasarkan tariff yang berlaku pada tanggal pemberitahuan
pabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(3) Bea masuk harus dibayar dalam mata uang rupiah.
(4) Ketentuan mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan
untuk penghitungan dan
pembayaran bea masuk diatur lebih lanjut
dengan peraturan menteri.
Tanggung-jawab importir atas bea masuk yang
terutang ini lebih ditegaskan lagi yakni sejak didaftarkannya pemberitahuan
pabean, sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) berikut :
Penjelasan Pasal 32 ayat
(1)
Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas bea masuk
barang yang diimpornya. Namun
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang ini,
importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas bea masuk sejak didaftarkannya
pemberitahuan pabean. Dengan demikian, sebelum didaftarkannya pemberitahuan
pabean, tanggung jawab atas bea masuk berada pada pengusaha tempat penimbunan
sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor yang bersangkutan.
Jadi jelas bahwa
dengan penyerahan pemberitahuan pabean impor dipenuhi kriteria memasuki daerah pabean dan dinyatakan terutang bea masuk.
Dokumen
Pemberitahuan Pabean Impor sebagai instrumen harmonisasi berbagai peraturan
perpajakan
Berdasarkan ketentuan pasal 10A dan pasal 10B
UU No.17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan,dan melihat banyaknya ketentuan
perpajakan dalam impor barang, dokumen Pemberitahuan Pabean Impor dipakai
sebagai instrumen untuk harmonisasi
berbagai peraturan perpajakan, sebagaimana bunyi konsiderans Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai No.PER-44/BC/2011Tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukainomor P-22/BC/2009 Tentang Pemberitahuan Pabean Impor,
sebagai berikut :
a. bahwa dalam rangka harmonisasi dengan dengan peraturan
perundang-undangan mengenai perpajakan perlu dilakukan penyempurnaan atas
bentuk format dan tata cara pengisian pemberitahuan pabean impor;
b. berdasarkan hal tersebut pada huruf a di atas, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-22/BC/2009 tentang
Pemberitahuan Pabean Impor;
Format
Pemberitahuan Impor Barang juga mencakup fasilitas kepabeanan yang diberikan
kepada impor barang.
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar