Manusia bisa kilaf, tanpa disengaja, atau karena keterbatasan pengetahuannya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 mengakomodir dimungkinkannya untuk merubah atau membatalkan sanksi perpajakan, bilamana terbukti adanya kekhilafan pada wajib pajak.
Pasal
1
Direktur Jenderal Pajak karena
jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administrasi;
b. mengurangkan atau
membatalkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
dan/atau
c. membatalkan
hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang
penerbitannya tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau
tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Pasal
2
(1) Sanksi
administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 meliputi sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan
yang dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
(2) Sanksi administrasi yang
dapat dikurangkan atau dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sanksi administrasi yang tercantum dalam :
a. Surat Tagihan Pajak;
b. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
c. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
(3)
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, hanya dapat dilakukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut :
a. tidak
diajukan keberatan;
b. diajukan
keberatan, tetapi telah dicabut oleh Wajib Pajak; atau
c. diajukan
keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal
3
(1) Permohonan untuk memperoleh
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1
(satu) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
b. permohonan harus diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang mendukung
permohonannya;
c. permohonan harus disampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar;
d. Wajib Pajak telah melunasi
pajak yang terutang; dan
e. surat permohonan
ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani
oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa khusus.
(2) Permohonan yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat dipertimbangkan.
Dan bilamana kita simak dengan seksama Penjelasan Pasal 16 UU no.28 Tahun 2007 Tentang KUP ini, betapa wajib pajak akan mendapatkan perhatian yang luar biasa bilamana terdapat kesalahan atau kekeliruan yang sangat manusiawi dan tidak menimbulkan persengketaan denga fiskus. Sebagaimana dijelaskan dibawah ini.
Pasal 16
Ayat (1)
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan WajibPajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
Ayat (1)
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan WajibPajak. Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah sebagai berikut:
a.
surat ketetapan pajak, yang meliputi
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b.
Surat Tagihan Pajak;
c.
Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak;
d.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan
Bunga;
e.
Surat Keputusan Pembetulan;
f.
Surat Keputusan Keberatan;
g.
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi;
h.
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi;
i.
Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak; atau
j.
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan
Pajak.
Ruang Lingkup pembetulan yang diatur
pada ayat ini terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:
a.
kesalahan tulis, antara lain
kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat
ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh
tempo;
b.
kesalahan hitung, antara lain
kesalahn yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian
dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
c.
kekeliruan dalam penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam
penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak
Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan
kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
Pengertian
"membetulkan" pada ayat ini, antara lain, menambahkan, mengurangkan,
atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Jika masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan.
Ayat (2)
Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima.
Ayat (3)
Dalam hal batas waktu 6 (enam) bulan terlampaui, tetapi Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
Jika masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan.
Ayat (2)
Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima.
Ayat (3)
Dalam hal batas waktu 6 (enam) bulan terlampaui, tetapi Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar